Sebagai hadiah akhir perkuliahan di semester 4 , Pak Imam memberikan 4 tugas yang terdiri dari 2 makalah, 1 laporan dan 1 review. Tugas ini harus di kerjakan dalam waktu seminggu (di PGSD ini sudah biasaaaaaa) dan deadlinenya adalah tadi pagi. walhasil semalam saya dan mba nisa harus pontang panting wira wiri mencari printer untuk mencetak tugas ini ...
Dan akhirnya tugas berhasil dikumpulkan tepat waktu , walopun kami harus pulang kost jam 10 malam ..
Ini salah satu dari 2 makalah yang saya buat , makalah individu tentang implementasi MBS ...
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manajemen
berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah
untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi
dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat
setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan
pemerintah. Dalam penerapannya tujuan manajemen berbasis sekolah adalah untuk
meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Penerapan manajemen berbasis sekolah yang ada
pada sebagian besar Sekolah Dasar di Indonesia belum maksimal. Untuk itu, pihak
sekolah khususnya guru harus dapat memahami bagaimana penerapan manajemen
sekolah, agar implementasi dari manajemen berbasis sekolah tersebut dapat
berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat dilaksanakan secara
maksimal.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Strategi
apa saja yang digunakan dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
3. Bagaimana
prospek guru pada Manajemen Berbasis Sekolah?
4. Bagaimana
efektivitas dan efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah?
5. Bagaiman
Produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah?
6. Apa
saja langkah-langkah dalam penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah
2.
Untuk mengetahui strategi
yang digunakan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
3.
Untuk mengetahui prospek
guru pada Manajemen Berbasis Sekolah
4.
Untuk mengetahui efektivitas
dan efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah
5.
Untuk mengetahui produktivitas
Manajemen Berbasis Sekolah
6.
Untuk mengetahui langkah-langkah
dalam penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah
1
|
PEMBAHASAN
A. Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah
Dalam
rangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan
efisien maka sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala
sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta unsur terkait lainnya. Kepala
sekolah sebagai pemegang kendali di sekolah harus mempunyai pengetahuan
kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan.
Kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer dalam
peningkatan proses belajar mengajar dengan melakukan supervisi, membina dan
memberi saran-saran positif kepada guru. Guru sebagai unsur yang berpengaruh
dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang juga terlibat langsung dalam
proses pembelajaran dituntut untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen
kelas. Guru juga harus mempersiapkan isi materi pengajaran, bertanggungjawab
atas jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik serta keindahan dan
kebersihan kelas. Kreativitas dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS
perlu terus menerus didorong.
Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut
dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses
belajar-mengajar dan sumber daya yang ada.
B.
Strategi
Manajemen Berbasis Sekolah
MBS merupakan sebuah strategi yang dianggap mampu untuk
memajukan atau meningkatkan kualitas pendidikan. Strategi pada dasarnya yaitu
cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Secara umum, implementasi MBS akan berhasil
apabila melalui strategi-strategi berikut ini:
1.
2
|
2. Adanya peran serta masyarakat secara
aktif, dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum.
Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena
bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas
3. Kepala sekolah harus menjadi sumber
inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah
dalam MBS berperan sebagai designer, motivator, dan fasilitator. Oleh karena
itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial dan
kepemimpinan dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.
4. Adanya proses pengambilan keputusan
yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah. Dalam pengambilan keputusan,
kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis. Konsumen yang harus
dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para
guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya menyenangkan
pimpinannya namun mengorbankan masyarakat pendidikan yang utama.
5. Semua pihak harus memahami peran dan
tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. Untuk bisa memahami peran dan
tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu
sendiri.
6. Adanya guidelines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa
peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya, tidak
perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, yang
diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
7. Sekolah harus memiliki transparansi
dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawabannya
setiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah
terhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dijalankan secara
transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan
kepada setiap pihak terkait.
8. Penerapan MBS harus diarahkan untuk
pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian
belajar siswa. Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan
kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS
harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi belajar siswa.
9. Implementasi diawali dengan
sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing pembangunan
kelembagaan capacity building mengadakan pelatihan pelatihan terhadap
peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan
di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
C.
Prospek Guru terhadap Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah
Guru merupakan pemeran utama dalam proses pendidikan. Peran guru sangat
menentukan tercapai atau
tidaknya suatu tujuan pembelajaran. Menurut Mulyasa (2012: 74), dalam
menjalankan tugasnya, guru memerlukan kepastian karir dan insentif sebagai
imbalan atas pekerjaannya. Sehubungan dengan itu, dalam rangka otonomi daerah
dan desentralisasi pendidikan, perlu diidentifikasi urusan-urusan yang harus
ditangani oleh pusat dan dilimpahkan ke daerah. Hal ini perlu dilakukan secara
bertahap dan seselektif mungkin dengan mempertimbangkan secara arif kepentingan-kepentingan berikut :
1. Dunia
pendidikan secara utuh dan menyeluruh berkenaan dengan perluasan kesempatan,
peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi
2. Usaha menjaga integritas, persatuan dan kesatuan
nasional
3. Keamanan
psikologis guru dalam menjalankan tugasnya.
Jalal Supriadi dalam Mulyasa (2012: 74) mengidentifikasi
pembagian tugas antara pusat dan daerah dalam otonomi pendidikan secara garis
besarnya adalah sebagai berikut:
a. Urusan-urusan yang harus ditangani
pusat, antara lain:
1) Alokasi
jatah guru yang diangkat di tiap daerah berdasarkan formasi secara nasional
sesuai dengan anggaran yang tersedia.
2) Penggajian
guru yang bersumber dari RAPBN meengacu pada system penggajian pegawai negeri
disertai tunjangan profesionalnya.
3) Mutasi
guru antar provinsi.
4) Pembuatan
rambu-rambu (guide lines) yang berisi syarat-syarat minimal tentang kualifikasi
minimal calon guru, sistem rekrutmen, system pembinaan mutu, system
pengembangan karier, serta penempatan dan mutasi guru antar provinsi
5) Evaluasi
dan monitoring terhadap pelaksanaan standar-standar nasional oleh daerah beserta
sangsinya.
b. Urusan-urusan yang dilimpahkan ke
daerah
Pelimpahan urusan-urusan yang
dilimpahkan ke daerah harus berpedoman pada standar nasional yang disusun oleh
pusat. Urusan-urusan tersebut antara lain:
1) Rekrutmen
dan seleksi calon guru yang akan diangkat sebagai PNS.
2) Rekrutmen
dan peningkatan calon guru untuk memenuhi kebutuhan khusus( guru kontrak, guru
bantu, guru pengganti sementara) yang anggarannya menjadi beban daerah atau
proyek-proyek khusus yang didanai oleh pusat.
3) Penempatan
atau mutasi guru dalam lingkup daerah yang bersangkutan.
4) Penilaian
kinerja guru dalam rangka kenaikan pangkat, promosi jabatannya, dan pemberian
tunjangan atas dasar prestasinya.
5) Penetapan
jumlah dan pemberian tunjangan daerah sesuai dengan kemampuan daerah yang
bersangkutan (di luar gaji/ tunjangan sebagai PNS).
6) Pembinaan
mutu guru melalui pelatihan, penataran serta wahana-wahana lainnya.
Berdasarkan
pembagian tersebut, daerah hanya mempunyai kewenangan dalam mengelola
pendidikan karena kemampuan daerah untuk mengambil beban gaji guru dalam APBD
dinilai masih cukup berat. Namun, suatu daerah dapat mengambil beban gaji guru
dalam APBD dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Pendapatan asli daerah ( PAD ).
b. Jumlah guru yang ada di daerah
tersebut.
c. Sumber daya alam yang dapat
diandalkan untuk menambah PAD dari dana perimbangan pusat daerah.
Hal-hal
tersebut jika tidak dikelola secara baik, akan dapat menimbulkan suatu
permasalahan yang dapat menimbulkan rendahnya tingkat produktivitas, efisiensi,
dan efektivitas pengelolaan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
D.
Efektivitas
dan Efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah
Engkoswara dalam
Mulyasa (2012: 84) mengemukakan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan adalah
produktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektifitas dan
pada efisiensi. Aspek efektivitas dapat dilihat pada masukan yang merata,
keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang bergantung
dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta
keluaran yang memadai.
Depdikbud dalam
Mulyasa (2012: 84) mengidentifikasikan efektivitas sekolah dalam dua kelompok,
yaitu efektifitas internal dan efektifitas eksternal. Efektifitas internal
menunjuk pada keluaran pendidikan yang tidak diukur secara moneter, seperti
prestasi belajar, dan jumlah lulusan. Efektifitas eksternal menunjuk pada
keluaran yang bersifat moneter, seperti tingkat penghasilan lulusan.
Thomas dalam
Mulyasa (2012: 83) melihat efektifitas dalam kaitannya dengan produktifitas,
berdasarkan tiga dimensi berikut ini:
1. The administrator
production function
Fungsi
ini meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu
seberapa besar dan baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses
pendidikan, baik oleh guru, kepala sekolah, maupun pihak lain yang
berkepentingan.
2. The psychologist’s
production function
Produktifitas
dalam fungsi ini dilihat dari segi keluaran psikologi, berupa perubahan
perilaku yang terjadi pada peserta didik dengan melihat nilai-nilai yang
diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari prestasi akademik yang
telah dicapainya dalam periode belajar tertentu di sekolah.
3. The economic’s
production function
Produktifitas
dalam fungsi ini ditinjau dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dengan
pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup “harga” layanan yang
diberikan (pengorbanan atau cost) dan
“perolehan” (earning) yang
ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Efektifitas dapat dijadikan
barometer untuk mengukur keberhasilan pendidikan. Dalam pengukuran ini ada
istilah yang perlu diperhatikan yaitu validasi
dan evaluasi. Rae mengemukakan
bahwa validasi dapat dilihat dari dua sisi, yakni intern dan ekstern. Validasi
intern merupakan serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengetahui
secara pasti apakah suatu program pendidikan telah mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Validasi eksternal merupakan serangkaian tes dan penilaian yang
dirancang untuk mengetahui secara pasti apakah sasaran perilaku dari suatu
program pendidikan secara intern telah valid.
Kajian tentang
efektifitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari masalah input, process, output, dan outcome,
dengan indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat
kualitatif. Indikator efektifitas
tersebut antara lain:
1. Indicator input, meliputi
karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta
kapasitas manajemen.
2. Indicator process, meliputi
perilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
3. Indicator output, berupa
hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamika sistem sekolah,
hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar, perubahan sikap, keadilan
dan kesamaan.
4. Indicator outcome, meliputi
jumlah lulusan ke tingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah
yang lebih tinggi dan pekerjaan, serta pendapatan.
Efektivitas MBS dapat
dilihat dari efektivitas Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya, dan diidentifikasi
oleh Sergiovanni dalam Mulyasa (2012: 85) sebagai berikut.
1. Produktivitas; bagaimana
peserta didik, guru, kelompok dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
2. Efisiensi; perbandingan
individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai
tujuan tersebut.
3. Kualitas; tingkat
dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh
peserta didik dan sekolah.
4. Pertumbuhan; perbaikan
kualitas kepedulian dan inovasi, tantangan dan prestasi dibandingkan dengan
kondisi di masa lalu.
5. Ketidakhadiran; yang
berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi ketidakhadiran para peserta didik,
guru dan pegawai sekolah lainnya.
6. Perpindahan; jumlah
perpindahan dan tetapnya peserta didik, kepala sekolah, dan pegawai lainnnya.
7. Kepuasan kerja guru; bagaimana
tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai macam pekerjaan yang
dilakukannya.
8. Kepuasan peserta didik;
bagaimana peserta didik merasa senang
menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
9. Motivasi; kekuatan
kecenderungan dan keinginan guru, peserta didik, dan pekerja sekolah untuk
melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah.
10. Semangat; perasaan
senang guru, peserta didik dan personil sekolah lain terhadap sekolahnya,
tradisi-tradisinya, tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi
bagian atau anggota sekolah.
11. Kepaduan; bagaimana
peserta didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lain, bekerja sama dengan
baik, berkomunikasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan
usaha-usaha mereka.
12. Keluwesan dan adaptasi;
kemampuan sekolah untuk mengubah
prosedur-prosedur dan cara-cara operasinya dalam merespon perubahan masyarakat
dan lingkungan.
13. Perencanaan dan
perumusan tujuan; bagaimana anggota
sekolah merencanakan langkah-langkah pada masa yang akan datang dan
menghubungkannya dengan perumusan dan penetapan tujuan.
14. Konsensus tujuan;
bagaimana anggota masyarakat, orang tua, dan pesrta didik menyepakati tujuan
yang sama di sekolah.
15. Internalisasi tujuan
organisasi; penerimaan terhadap tujuan sekolah
dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu
benar dan layak.
16. Keahlian manajemen dan
kepemimpinan; keseluruhan tingkat kemampuan
kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas
sekolah.
17. Manajemen informasi dan
komunikasi; kelengkapan, efisiensi penyebaran
dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi efektifitas sekolah oleh
semua bagian yang berkepentingan, termasuk guru, orang tua dan masyarakat.
18. Kesiagaan; penilaian
menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu menyelesaikan suatu
tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik jika diminta.
19. Pemanfaatan lingkungan;
bagaimana sekolah berhasil berinteraksi
dengan masyarakat, lingkungan yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumber
daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk operasi yang efektif.
20. Penilaian oleh pihak
luar; penilaian yang layak mengenai sekolah
oleh individu, organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan
dengan sekolah.
21. Stabilitas; kemampuan
sekolah untuk memelihara struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu,
khususnya dalam periode-periode sulit.
22. Penyebaran pengaruh; tingkat
partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka secara
langsung.
23. Latihan dan
pengembangan; jumlah usaha dan sumber-sumber daya
sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru serta
pegawai lainnya.
Efektifitas
organisasi termasuk organisasi masyarakat, seperti lembaga pendidikan, dapat
dilihat dari beberapa indikator, antara lain sebagai berikut:
1. Efektivitas
keseluruhan, berhubungan dengan bagaimana
organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya.
2. Kualitas, menyangkut
jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi.
3. Produktivitas, menyangkut
volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi. Produktivitas dapat
diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok dan keseluruhan
organisasi.
4. Kesiagaan, berhubungan
dengan penilaian menyeluruh tentang kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan
suatu tugas khusus dengan baik jika diminta.
5. Efisiensi, mencerminkan
perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk menghasilkan
prestasi tersebut.
6. Laba atau penghasilan, berkaitan
dengan penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan organisasi dilihat dari
sudut pandang si pemilik.
7. Pertumbuhan, berkaitan
dengan penambahan, seperti tenaga kerja, fasilitas, harta, penjualan, laba,
bagian pasar dan penemuan-penemuan baru. Pertumbuhan ini dilihat dari suatu
perbandingan keadaan organisasi sekarang dengan masa lalu.
8. Pendayagunaan
lingkungan, berkaitan dengan batas
keberhasilan organisasi berinteraksi dengan lingkungannya, memperoleh sumber
daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk efektifitas operasional.
9. Stabilitas, berkaitan
dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya sepanjang waktu,
khususnya dalam periode-periode sulit.
10. Perputaran atau keluar
masuknya pekerja, menyangkut frekuensi
atau jumlah pekerja yang keluar atas permintaannya sendiri.
11. Semangat kerja, berkaitan
dengan kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai tujuan
dan sasaran organisasi, termasuk perasaan terikat. Semangat kerja adalah gejala
kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan perasaan
memiliki (sense ofbelonging).
12. Motivasi, berkaitan
dengan kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan
dan bersedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.
13. Kepuasan, berkaitan
dengan tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau
pekerjaannya dalam organisasi.
14. Penerimaan tujuan
organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan
oleh setiap pribadi dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan
tersebut benar dan layak.
15. Keluwesan dan adaptasi,
berkaitan dengna kemampuan organisasi
mengubah prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mengubah
kebekuan rangsangan lingkungan.
16. Penilaian oleh pihak
luar, menyangkut penilaian terhadap organisasi
oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan.
Efisiensi merupakan
aspek yang penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada
masalah kelangkaan sumber dana dan secara langsung berpengaruh terhadap
kegiatan manajemen. Efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input
atau sumber daya dan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat
dicapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal.
Dharma dalam
Mulyasa (2012: 89) mengemukakan bahwa efisiensi mengacu pada ukuran penggunaan
sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi juga merupakan perbandingan
antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya,
serta kesenangan yang dihasilkan.
Keluaran atau
output MBS adalah segala sesuatu yang dikelola dan dihasilkan di sekolah, yaitu
berapa banyak yang dihasilkan dan seberapa baik sekolah dapat mengelolanya.
Keluaran tersebut berupa perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif,
psikomotor, maupun afektif pada pengelola sekolah, baik peserta didik, kepala
sekolah, guru maupun pegawai.
Masukan atau
input pendidikan adalah sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber
daya tersebut berkaitan dengan nilai, serta faktor manusia dan ekonomi. Nilai
dan pengetahuan menggariskan tujuan dan isi pendidikan, faktor manusia
merupakan pelaksana pendidikan, faktor ekonomi menyangkut biaya dan fasilitas
penyelenggaraan. Secara operasional masukan tersebut adalah peserta didik,
guru, ruang kelas, buku kelas, peralatan, kurikulum, dan sarana pendidikan.
Untuk mengetahui
tingkat efisiensi suatu sekolah dapat dihitung dari banyak tahun yang
dihabiskan peserta didik dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya.
Efisiensi ini akan menurun jika ada peserta didik yang mengulang ataupun di drop out. Hal ini karena angka mengulang
atau drop out akan mengakibatkan
rata-rata waktu yang diperlukan setiap peserta didik untuk lulus menjadi lebih
lama. Analisis ini disebut efisiensi internal dari pendidikan.
Tingkat
efisiensi juga dapat dianalisis dari proses pendidikan yang merupakan interaksi
antara faktor-faktor manusiawi dengan faktor-faktor non manusiawi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan waktu yang disediakan.
Sesuatu dikatakan efisien jika melakukan banyak proses atau kegiatan dalam
waktu yang relatif singkat.
Depdikbud dalam
Mulyasa (2012: 90) membedakan efisiensi menjadi dua, yaitu efisiensi internal
dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjukkan perbandingan antara
prestasi belajar dan masukan biaya pendidikan. Efisiensi eksternal dihubungkan
dengan metode cost-benefit analysis, yaitu perbandingan keuntungan
finansial pendidikan, biasanya diukur dari penghasilan lulusan dengan seluruh
jumlah dana yang dikeluarkan untuk pendidikannya.
Upaya peningkatan
efisiensi pendidikan, paling tidak dapat ditentukan oleh manajemen pendidikan
yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas.
Analisis efisiensi pendidikan juga dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan yang tidak memperhatikan secara terperinci unsur-unsur biaya yang
digunakan dalam proses pendidikan (aggregate
approach) dan pendekatan yang memperhitungkan kontribusi unsur-unsur biaya
secara terinci untuk menghasilkan keluaran (ingredient
approach). Kedua pendekatan tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu
mengidentifikasi dampak penggunaan biaya. Dalam meningkatkan efisiensi MBS,
analisis serta pengkajian data dan informasi perlu dilakukan secara terus
menerus dan mendalam agar setiap unit kerja di sekolah dapat melaksanakan MBS
yang efisien.
E.
Produktivitas Manajemen Berbasis
Sekolah
Produktivitas dalam dunia pendidikan
berkaitan dengan keseluruhan
proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar
pula modal yang
diperlukan untuk pendidikan. Sekolah
pun menjadi
semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus
dikembangkan. Thomas dalam Mulyasa (2012: 93) mengemukakan
bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi, yaitu :
a. Meninjau
produktivitas dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan
seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan.
b. Meninjau
produktivitas dari segi keluaran perubahan perilaku, yaitu dengan melihat
nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari prestasi
akademik yang telah dicapainya dalam periode tertentu.
c. Melihat
produktivitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan
layanan pendidikan di sekolah, hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan
(pengorbanan atau cost) dan “perolehan” (earning) yang ditimbulkan oleh layanan
itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Dalam mengukur produktivitas pendidikan,
termasuk produktivitas MBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan, dapat digunakan
metode dan teknik yang berbeda.
Sehubungan dengan
hal itu, dalam hal
ini dikemukakan kajian yang berkaitan dengan tenaga kerja kependidikan, guru,
dan gaji guru, ahli ekonomi dan sekolah, serta pendidikan dan pertumbuhan ekonomi,
yang diakhiri dengan analisis produktivitas sekolah.
a. Tenaga Kerja
Kependidikan
Kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja
dalam konteks ekonomi pendidikan membutuhkan pengetahuan mengenai kualifikasi
kependidikan dan keterampilan tenaga
kerja yang sudah ada. Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi,
adaptabilitas tenaga kerja yang sudah ada menjadi suatu hal yang
dipertimbangkan. Tingkat pendidikan umum yang tinggi merupakan suatu prasyarat
utama (since qua non) bagi banyak perubahan yang terjadi dalam lingkungan
pekerjaan.
b. Guru dan Gaji
Guru
Kemampuan merupakan sumber yang paling
langka digunakan dalam menentukan aspek kuantitas pendidikan. Menurut
banyak pengamat ekonomi pendidikan, biaya paling besar dalam pendidikan adalah
yang berkenaan dengan waktu dan tenaga peserta didik.
Masalah urgen yang perlu dianalisis
dalam hal ini adalah sistem gaji guru. Studi tentang sistem gaji guru
dibatasi tidak hanya pada pendapatan guru, tetapi juga menyangkut dana pensiun, dana untuk berlibur, dan lain-lain. Dalam
batas-batas absolut, dapat
dikatakan bahwa sistem penggajian guru sudah lebih baik dari sebelumnya karena
lebih banyak aspek yang tengah dipertimbangkan. Jika dikaji dari segi mengajar adalah sebuah profesi, maka distribusi sistem penggajian guru dianggap mengalami
kemunduran.
Sistem gaji guru hendaknya dipandang
dengan menggunakan kacamata konvensi-konvensi sosial, periode lamanya harus
dijadikan pertimbangan dalam menentukan gajinya. Sistem penggajian guru
seharusnya dilakukan secara
fleksibel.
c. Ahli Ekonomi
dan Sekolah
Pesatnya perubahn yang terjadi dalam
masyaratkat mengakibatkan para ahli ekonomi cenderung berpikir untuk
jangka panjang. Mereka tidak menggunakan pandangan yang statis, tetapi juga
melihat jauh ke depan dan lebih realistis. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dianalisis
tentang “bahan mentah” untuk menyelenggarakan pendidikan. Hal lain yang tidak
kalah penting adalah mempertimbangkan kurikulum dalam berbagai jenjang
pendidikan dan dikaitkan dengan pemikiran tentang struktur pendidikan.
d. Pendidikan dan
Pertumbuhan Ekonomi
Pemikiran tentang ekonomi pendidikan
tidak bisa dilepaskan dari kedudukan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan diharapkan dapat memainkan peranan penting dan secara langsung
diharapkan dapat membantu perekonomian negara. Di negara-negara miskin, masalah
pendidikan itu terjadi
pada semua kalangan, mulai dari masyarakat yang tingkat peradabannya kompleks dan kuno hingga
masyarakat primitif. Di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah dan tingkat
konservatismenya tinggi, upaya menemukan alat untuk meningkatkan peradaban akan sulit atau terhambat.
Rencana pendidikan seharusnya dipandang
sebagai bagian dari program ekonomi umum untuk meningkatkan kehidupan ekonomi
masyarakat. Terdapat dua alasan
untuk hal tersebut, pertama karena
pendidikan harus membenarkan klaim pada sumber-sumber nasional dalam
kompetisinya dengan layanan-layanan sosial, seperti layanan kesehatan
masyarakat dan investasi dalam modal fisik. Kedua,
pengalaman telah menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berimbang memerlukan suatu
integrasi seluruh aspek kehidupan ekonomi dan sosial. Untuk itu, pendidikan pada umumnya dipandang memiliki
tiga peranan yang utama yaitu:
1) Menyediakan tenaga kerja dan teknisi
terampil
sesuai dengan siapa yang menjadi sasaran modal fisik yang ditanamkan.
2) Menghasilkan suatu iklim
pertumbuhan melalui peningkatan kemampuan berpikir masyarakat di luar kebutuhan dan kesulitan mereka
sehari-hari.
3) Mengajarkan kemampuan pendidikan dasar
kepada anak-anak yang berasal
dari keluarga
petani pedesaan.
Pendidikan merupakan suatu senjata yang
sangat potensial baik untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk
kemajuan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan-tujuan pendidikan harus dirancang
dengan cermat, namun tetap berkaitan secara erat dengan bagian-bagian lain dari program
pembangunan masyarakat, agar penyelenggaraan pendidikan bisa
lebih murah secara finansial demikian pula dengan sumber-sumbernya.
e. Analisis
Produktivitas Pendidikan
Pengukuran produktivitas pendidikan
erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi
kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Untuk mengetahui
produktivitas
pendidikan, termasuk MBS sebagai paradigma baru menajemen pendidikan, antara
lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Analisis
Efektifitas Biaya
Fungsi produksi pendidikan sama dengan fungsi produksi lainnya,
terutama yang dapat didasarkan pada relasi matematis untuk menjelaskan bagaimana
sumber-sumber (input) dapat ditransfomasikan menjadi output. Oleh karena itu, efektifitas biaya
perlu didefinisikan ukuran-ukuran input, output, dan proses transformasi input
menjadi output tersebut. Terdapat lima indikator yang dapat digunakan dalam melakukan analisis
efektifitas biaya, yaitu
sebagai
berikut:
a)
Unit Cost
Penggunaan
unit cost dalam mengukur efektivitas biaya dipandang kurang akurat karena hanya
mengukur biaya keseluruhan dibagi dengan jumlah peserta didik.
b)
Cycle Cost
Mengacu pada jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh setiap peserta didik dalam
satu tahun, dan melihat jumlah peserta didik yang lulus setiap tahunnya dari suatu sekolah atau lembaga pendidikan.
c)
Attrition Cost
Melihat efektifitas biaya berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan
kontribusinya terhadap keluaran. Ini dapat diketahui dari besar kecilnya indeks yang diperoleh dari hasil bagi antara
ratio input-output dengan jumlah tahun yang dibutuhkan secara ideal untuk menyelesaikan pendidikan di suatu sekolah.
d)
Cost per-unit Dispersion
Analisis efektifitas biaya ini akan menghasilkan angka-angka yang
mengandung dispersi (pemencaran), sehingga dispersi ini perlu juga diperhitungkan
sebagai indikator efektivitas.
Fluktuasi angka-angka di
sekitar nilai
rata-rata menggambarkan tingkat efektivitas.
e)
Cost per-unit achievement
Analisis efektivitas biaya ini berasumsi bahwa setiap biaya yang
dikeluarkan mempunyai kontribusi pada peningkatan output maupun outcome.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi output maupun outcome sangat penting dilakukan
untuk menjamin ketelitian pengukuran.
f)
Analisis Biaya Minimal
Analisis biaya minimal berupaya mencari cara produksi yang paling murah
untuk mencapai efektivitas, dengan menggunakan salah satu alternatif analisis
atau mengkombinasikan alternatif-alternatif yang dapat digunakan. Dalam hal ini
dapat dikemukakan bahwa penaksiran dan interpretasi yang layak terhadap fungsi
produksi dan biaya, dapat memberikan kontribusi yang sangat penting pada
pendidikan sebagaimana diperkirakan oleh para ahli ekonomi.
g)
Analisis Manfaat Biaya
Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan interpretasi subjektif. Dalam
hal ini, setiap
pengeluaran sekolah diidentifikasi sumbangannya terhadap kepuasan kerja, dan
tingkat kepuasan tersebut dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan,
sehingga manfaat yang diperoleh sesungguhnya merupakan pertimbangan subjektif
terhadap alternatif berdasarkan referensi nilai yang
dianut.
Produkvitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat
kompleks dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Depdikbud dalam Mulyasa ( 2012: 102 ) mengemukakan
beberapa faktor yang perlu di perhatikan antara lain :
a) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan organisasi dan manajemen
yakni kegiatan-kegiatan yang berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan faktor-faktor yang
tidak langsung berhubungan dengan proses pendidikan tersebut.
b) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kepala sekolah
Hal ini meliputi
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kelancaran pendidikan atau sekolah
antara lain manajemen perkantoran, kepegawaian, keuangan,
kurikulum dan
pengajaran,
sarana dan prasarana, perpustakaan, kesiswaan serta pengabdian kepada
masyarakat, penelitian, dan koordinasi dengan kepala dinas, kepala bidang, dan
kepala sekolah lainnya.
c) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan guru
Meliputi
tanggungjawab guru atas pekerjaan dalam melaksanakan tugas pengajaran
serta usaha bimbingan bagi peserta didik.
d) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan anggaran pendidikan
Meliputi usaha pendayagunaan
anggaran, baik anggaran rutin maupun anggaran pembangunan yang menunjang
kelancaran penyelengaraan pendidikan di sekolah.
e) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan lingkungan sekolah
Hal ini
berhubungan dengan faktor-faktor eksternal seperti, letak geografis sekolah,
struktur dan tingkat pendidikan masyarakat.
f) Faktor-faktor
berhubungan dengan pengawasan dan pengendalian
Hal ini
berkaitan dengan pengawasan melekat dari para pemimpin sebagai penunjang
pengawasan fungsional yang merupakan tindakan efektif apabila dilaksanakan
secara sistematik
dan berencana.
g) Faktor-faktor
yang berhubungan dengan disiplin nasional sebagai kunci keberhasilan dalam
pengelolaan.
Hakekat disiplin disini tidak lain
adalah kepatuhan terhadap norma yang disepakati dalam suatu sistem.
Jika faktor produktivitas di atas dihubungkan dengan MBS, dapat dikemukakan bahwa
karakteristik umum sekolah yang produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat
organisasi sekolah tersebut. Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah
dan kualitas
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.
Untuk mendorong sekolah yang produktif perlu diperhatikan berbagai faktor yang
memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya produktifitas, seperti moral, etika
kerja, motivasi, jaminan sosial, sikap disiplin, kesehatan, kesempatan berprestasi, lingkungan
dan suasana kerja teknologi, kebijakan pemerintah dan besarnya pendapatan,
serta sarana prasarana. Faktor-faktor
tersebut harus senantiasa di perhatikan dalam MBS untuk menghasilkan sekolah
yang efektif, efisien, dan produktif.
F.
Langkah-langkah
Penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah
Untuk
merumuskan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Membuat
suatu perencanaan
Pada
langkah awal perencanaan penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah, hal-hal yang
perlu dilaksanakan adalah:
a. Mengidentifikasi
sistem, budaya dan sumber daya, dengan memilah mana yang perlu dipertahankan dan
mana yang harus diubah dengan memperkenalkan terlebih dahulu format yang baru dan
tentunya lebih baik.
b. Membuat
komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang bertanggung jawab.
c. Hadapilah
penolakan terhadap perubahan dengan memberi pengertian
d. Berkerja
dengan semua unsur sekolah dalam menjelaskan
atau memaparkan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana dan program-program penyelenggaraan
MBS.
e. Menggarisbawahi
prioritas sistem, budaya dan sumber daya yang belum ada dan sangat diperlukan.
2. Mengidentifikasi
tantangan nyata sekolah
Pada
umumnya tantangan sekolah bersumber pada output (lulusan) sekolah yang meliputi
kualitas, produktifitas, efektabilitas dan efisiensi. Maka sangat diperlukan identifikasi
dari hasil analisis output untuk mengetahui tingkat kualitas, produktifitas,
efektibilitas dan efisiensi dari output yang dihasilkan melalui penyelenggaraan
pendidikan.
3. Merumuskan
visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan sekolah.
Visi
adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang
bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Sedangkan misi
adalah tindakan untuk mewujudkan atau merealisasikan visi tersebut. Suatu
sekolah dikatakan berhasil, apabila sekolah tersebut dapat merealisasikan visi
dan misinya dengan baik.
Tujuan
adalah apa yang ingin dicapai atau dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan
kapan tujuan itu mungkin dicapai. Sedangkan sasaran merupakan penjabaran tujuan
yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan
tujuan sekolah. Rumusannya harus berupa peningkatan yang spesifik, terukur,
jelas kriterianya dan disertai indikator yang rinci.
4. Mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Fungsi-fungsi
yang dimaksud adalah unsur-unsur kegiatan beserta unsur-unsur pendukungnya yang
saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Pengidentifikasian
unsur-unsur tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan fungsi-fungsi
tersebut terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dalam mencapai sasaran.
5. Melakukan
analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
Analisis
SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan
fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Prinsip
analisis SWOT adalah :
a. Kekuatan-kekuatan
apa yang kita miliki ?
b. Bagaimana
memanfaatkannya ?
c. Kelemahan-kelemahan
apa yang kita miliki ?
d. Bagaimana
meminimalkannya ?
e. Peluang-peluang
apa yang ada ?
f. Bagaimana
memanfaatkannya ?
g. Ancaman
apa yang mungkin menghambat keberhasilan ?
h. Bagaimana
mengatasinya ?
6. Memilih
langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
Dalam
setiap kegiatan dimungkinkan adanya permasalahan yang timbul. Hendaknya kita tidak
menghindari masalah, akan tetapi, masalah tersebut harus kita hadapi dengan
solusi pemecahan yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
7. Menyusun
Rencana Program Peningkatan Mutu.
Penyusunan
program peningkatan mutu harus disertai langkah-langkah pemecahan persoalan
yang mungkin terjadi. Fungsi yang terlibat beserta unsur-unsurnya membuat
rencana program untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang serta
bersama-sama merealisasikan rencana program tersebut.
8. Melaksanakan
Rencana Program Peningkatan Mutu
Dalam
melaksanakan rencana peningkatan mutu, maka fungsi-fungsi yang terkait
hendaknya memanfaatkan sumber daya secara maksimal, efektif dan efisien.
9. Melakukan
Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik program
jangka pendek maupun program jangka panjang.
10. Merumuskan
Sasaran Peningkatan Mutu Baru.
Dari hasil evaluasi kita dapat
memperoleh tingkat keberhasilan dan kegagalannya sehingga dapat memperbaiki
kinerja program yang akan datang. Disamping itu evaluasi juga sangat berguna
sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk merumuskan sasaran (tujuan)
peningkatan mutu untuk tahun yang akan datang.
Sebagai paradigma pendidikan yang baru,
maka dalam implementasi model Manajemen Berbasis Sekolah harus melalui beberapa
tahapan penting.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dalam rangka
mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efisien maka
sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala sekolah, guru,
masyarakat, sarana prasarana serta unsur terkait lainnya.
2.
Strategi pada dasarnya yaitu cara yang ditempuh untuk
mencapai tujuan. Secara umum, implementasi MBS akan berhasil apabila melalui
strategi-strategi berikut ini:
a. Sekolah harus memiliki otonomi
b. Adanya peran serta masyarakat secara
aktif
c. Kepala sekolah harus menjadi sumber
inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum.
d. Adanya proses pengambilan keputusan
yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah.
e. Semua pihak harus memahami peran dan
tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
f. Adanya guidelines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.
g. Sekolah harus memiliki transparansi
dan akuntabilitas
h. Penerapan MBS harus diarahkan untuk
pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian
belajar siswa.
i.
Implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS
3.
Guru merupakan pemeran utama dalam proses pendidikan. Peran guru sangat
menentukan tercapai atau
tidaknya suatu tujuan pembelajaran.
4.
Aspek efektivitas dapat
dilihat pada masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu
dan keluaran yang bergantung dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun,
pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai. Sedangkan efisiensi lebih ditekankan pada
perbandingan antara input atau sumber daya dan output. Suatu kegiatan dikatakan
efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya
yang minimal.
5.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan
penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien.
6.
Untuk merumuskan
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Membuat
suatu perencanaan
b. Mengidentifikasi
tantangan nyata sekolah
c. Merumuskan
visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup
dan perkembangan sekolah.
d. Mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
e. Melakukan
analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
f. Memilih
langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
g. Menyusun
Rencana Program Peningkatan Mutu.
h. Melaksanakan
Rencana Program Peningkatan Mutu
i.
Melakukan Evaluasi
Pelaksanaan
j.
Merumuskan Sasaran
Peningkatan Mutu Baru.
B.
Saran
Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan salah satu model konsep pendidikan yang baru yang
dianggap mampu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan dapat memberikan
perubahan yang baik untuk dunia pendidikan. Sehingga, kita sebagai calon
pendidik yang berkompeten dan berkarakter, harus mampu menerapkan Manajemen
Berbasis Sekolah ini dengan baik. Untuk mampu menerapkannya dengan baik, maka
kita perlu memahami terlebih dahulu bagaimana implementasi atau penerapan dalam
Manajemen Berbasis Sekolah tersebut agar implementasinya dapat efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Hari Suderajat. 2005. Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Bandung : CV. Cipta Cekasa Grafika
E, Mulyasa. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi
dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Admin. 2013. Makalah MBS Latar Belakang Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah. Diunduh dari http://kreativitasdircom.wordpress.com/2013/02/16/makalah-mbs-latar-belakang-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs/ pada tanggal 9 Juni 2014
Admin. 2013. Makalah MBS Latar Belakang Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan.
Diunduh dari http://kreativitasdircom.wordpress.com/2013/02/16/makalah-mbs-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs-dalam-rangka-peningkatan-mutu-pendidikan/ pada tanggal 9 Juni 2014
Ahmad. 2011. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.
Diunduh dari http://uyunkachmed.blogspot.com/2011/10/implementasi-manajemen-berbasis-sekolah.html pada tanggal 9 Juni 2014
Udin. 2009. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah.
Diunduh dari http://magsudinuny.wordpress.com/2009/01/30/implementasi-manajemen-berbasis-sekolah/ pada tanggal 9 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar