Minggu, 14 September 2014

TEKPEM (INOVASI PENDIDKAN)


PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN ELEKTRONIK (E - LEARNING) MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL FACEBOOK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS (LEARNING CYCLE) DENGAN METODE SOROGAN
(Penggabungan teknologi modern dengan metode pembelajaran konvensional)
A.      Latar Belakang
Pada saat ini banyak siswa yang mengeluh dan bosan dengan metode pembelajaran yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran dirasakan monoton dan hal ini berlangsung dalam waktu yang lama. Guru dituntut untuk mengembangkan keahlian yang dimiliki dan menyalurkannya kepada siswa. Untuk itu guru perlu mengadakan inovasi pembelajaran guna mengoptimalkan kemampuan siswa dan supaya tidak bosan.
Dalam makalah ini penulis mambahas mengenai pengembangan pembelajaran elektronik (e - learning) menggunakan media sosial facebook melalui model pembelajaran siklus (learning cycle) dengan metode sorogan. Demikianlah makalah ini dibuat dengan harapan dapat menjadi salah satu referensi bagi setiap pembaca dalam mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan suatu proses pembelajaran yang berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang inovatif.
B.       Desain
1.    Model Pembelajaran Berbasis Elektronik (E-Learning)
       Yaitu model pembelajaran yang dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a.    Kegiatan proses pembelajaran dilakukan melalui pemanfatan jaringan.
b.    Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu siswa apabila mengalami kesulitan belajar.
c.    Tersedianya rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/ diketahui oleh setiap siswa.
d.   Adanya sistem evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa dan mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
2.    Facebook
Yaitu salah satu media sosial yang dapat digunakan sebagai perantara dalam berkomunikasi yang terhubung dalam satu jaringan pertemanan  dan memiliki fasilitas seperti mengirim pesan , video call , mengirim berkas, membuat grup dan sebagainya.
3.    Model Pembelajaran Siklus (Learning Cycle)
Siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan kontruktivitas yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk memecahkan suatu masalah dan guru lebih banyak bertanya daripada memberitahu.
4.    Metode Sorogan
Metode sorogan merupakan metode pembelajaran di pondok pesantren bagi para santri yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan(individu), di bawah bimbingan ustadz atau kyai. Metode ini paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan bertanya secara langsung walaupun waktunya terbatas. 
C.  Pengembangan
Pembelajaran elektronik (e - learning) menggunakan media sosial facebook melalui model pembelajaran siklus (learning cycle) dengan metode sorogan membutuhkan peralatan sebagai berikut :
1.      Computer
2.      Jaringan internet
3.      Akun facebook
Adapun langkah – langkah pelaksanaannya sebagai berikut :
a.       Pembangkitan Minat
Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan siswa tentang topic yang akan diajarkan. Media yang digunakan yaitu facebook. Guru membuat grup percakapan dalam facebook untuk masing masing kelompok dan setiap kelompoknya terdiri dari 2 – 4 orang. Setelah itu , guru membagikan satu tema untuk dikaji oleh masing – masing kelompok.
b.      Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi setiap kelompok diberi kesempatan untuk bekerjasama tanpa pembelajaran langsung dari guru. Pada tahap ini guru berperan sebagai pengawas agar pembelajaran yang dilakukan siswa melalui grup percakapan dalam facebook dapat berlangsung dengan baik dan tidak digunakan untuk hal – hal yang tidak penting.
c.       Penjelasan
Pada tahap penjelasan, guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa atau guru.
d.      Elaborasi
Pada tahap ini, siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda.
e.       Evaluasi
Pada tahap ini guru berinteraksi kepada masing – masing siswa satu per satu melalui grup percakapan dalam facebook. Melalui tahap ini diharapkan guru mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dikaji sebelumnya.
D.  Pemanfaatan
Adapun manfaat Pembelajaran elektronik (e - learning) menggunakan media sosial facebook melalui model pembelajaran siklus (learning cycle) dengan metode sorogan membutuhkan peralatan sebagai berikut:
a.       Bagi Siswa
1.      Memungkinkan seorang guru mengawasi dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang siswa dalam menguasai pelajarannya.
2.      Siswa dapat berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya karena pembelajaran ini membutuhkan sikap kerjasama yang baik.
3.      Siswa dapat mengenal dan menggunakan teknologi dengan baik dan dapat memanfaatkannya tidak hanya untuk bersenang – senang tapi juga untuk menambah ilmu pengetahuan.
b.      Bagi Guru
1.      Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran anatara siswa dengan guru
2.      Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja
3.      Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas
4.      Mempermudah penyempurnaan dan penyampaian materi pembelajaran
E.  Pengelolaan
Pembelajaran dipantau langsung oleh guru karena dalam penggunaan metode ini guru berperan sebagai tutor dan tergabung dalam kelompok grup percakapan dalam facebook. Selama proses pembelajaran , guru hanya memantau dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam kelompok kecilnya melalui grup percakapan yang telah dibentuk.
Setiap kelompok diberi jatah waktu 1 jam sehingga pada waktu yang telah ditentukan itu guru dapat melakukan pengawasan secara maksimal terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang dilakukan siswanya.
F.   Penilaian
Untuk mengevaluasi kemampuan siswa dengan pembelajaran elektronik (e-learning) menggunakan media sosial facebook melalui model pembelajaran siklus (learning cycle) dengan metode sorogan dilakukan dengan:

       Guru menanyai siswa satu per satu melalui grup dalam pesan facebook yang sudah dibentuk sebelumnya. Jika siswa yang ditanya berhasil menjawab pertanyaan dari guru dengan baik , maka pembelajaran dikatakan berhasil dan siswa dapat melanjutkan materi selanjutnya. Akan tetapi jika sebaliknya maka siswa tadi diharuskan untuk mempelajari kembali materi yang belum dikuasai tadi dengan bimbingan langsung dari guru. Siswa dapat bertanya langsung kepada guru tentang materi yang belum dikuasai.  

Jumat, 20 Juni 2014

Kenangan Pesta Siaga

Menjadi pendamping pesta siaga SDN 2 Panjer, Kebumen adalah pengalaman pertama saya mengikuti pesta siaga. Gelaran akbar itu diadakan di alun2 Kebumen, April lalu.
Selama 20 tahun hidup, baru pertama kali ini saya mengikuti gelaran akbar 2 tahunan yang diselenggarakan oleh Pramuka itu. SD saya yang terletak di kelurahan, mandan  jauh dari kota ditambah lagi guru2 yang sudah tua dan malas membuat saya jadi siswa terpencil dan kurang pengalaman karena jarang mengikuti lomba - lomba , terutama lomba pramuka. Saya memang beruntung , diberi kesempatan menjadi pendamping sekaligus pelatih  (walaupun belum pernah mengikuti pesta siaga sebelumnya).
Seminggu sebelum hari H, di sela kesibukan kuliah , saya dan 5 teman (ganjar - alan - heni - devsun dan atsani) melatih adek2 yang akan mengikuti lomba itu.
Terdiri dari 2 barung. barung merah dan barung biru. Tiap barung terdiri dari 8 orang ditambah 2 - 3 orang yang menjadi cadangan. Mereka adek2 yang pintar, lucu, menggemaskan, semangat , penuh optimis walopun kadang menjengkelkan dan sok tau (ya , anak Sd memang rata2 sok tau, pengetahuan yang saya dapat dari kuliah PPD 6 bulan lalu).
Walaupun lelah menghadang dan linu menyerang , kami sangat senang menjadi pendamping pesta siaga. Ya, pengalaman berkesan dan penuh perjuangan karena kami harus lari kesana kemari mencari pos yang kosong, berdesak - desakan dengan barung dari SD lain, menahan lapar karena harus selalu stay and on fire bersaing disetiap pos , dan juga menyemangati adek2 yang mulai lelah dan mengeluh.
Semua itu adalah pengalaman berkesan dan tak terlupakan guys ....
 diah - heni - arum - ulsana - anjani
 bu yunita - bu dewi - bu endang - heni - diah
barung merah (andini sbg pinrung) 


 devsun - diah





 yanda ginanjar
 yanda alan






IMPLEMENTASI MBS

BAB I
Sebagai hadiah akhir perkuliahan di semester 4 , Pak Imam memberikan 4 tugas yang terdiri dari 2 makalah, 1 laporan dan 1 review. Tugas ini harus di kerjakan dalam waktu seminggu (di PGSD ini sudah biasaaaaaa) dan deadlinenya adalah tadi pagi. walhasil semalam saya dan mba nisa harus pontang panting wira wiri mencari printer untuk mencetak tugas ini ...
Dan akhirnya tugas berhasil dikumpulkan tepat waktu , walopun kami harus pulang kost jam 10 malam ..
Ini salah satu dari 2 makalah yang saya buat , makalah individu tentang implementasi MBS ...

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah. Dalam penerapannya tujuan manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.  Penerapan manajemen berbasis sekolah yang ada pada sebagian besar Sekolah Dasar di Indonesia belum maksimal. Untuk itu, pihak sekolah khususnya guru harus dapat memahami bagaimana penerapan manajemen sekolah, agar implementasi dari manajemen berbasis sekolah tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat dilaksanakan secara maksimal.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana implementasi Manajemen Berbasis Sekolah?
2.      Strategi apa saja yang digunakan dalam Manajemen Berbasis Sekolah?
3.      Bagaimana prospek guru pada Manajemen Berbasis Sekolah?
4.      Bagaimana efektivitas dan efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah?
5.      Bagaiman Produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah?
6.      Apa saja langkah-langkah dalam penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah?
C.    Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
2.        Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
3.        Untuk mengetahui prospek guru pada Manajemen Berbasis Sekolah
4.        Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah
5.        Untuk mengetahui produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah
6.        Untuk mengetahui langkah-langkah dalam penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efisien maka sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta unsur terkait lainnya. Kepala sekolah sebagai pemegang kendali di sekolah harus mempunyai pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer dalam peningkatan proses belajar mengajar dengan melakukan supervisi, membina dan memberi saran-saran positif kepada guru. Guru sebagai unsur yang berpengaruh dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang juga terlibat langsung dalam proses pembelajaran dituntut untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru juga harus mempersiapkan isi materi pengajaran, bertanggungjawab atas jadwal pelajaran, pembagian tugas peserta didik serta keindahan dan kebersihan kelas. Kreativitas dan daya cipta guru untuk mengimplementasikan MBS perlu terus menerus didorong.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya yang ada.

B.     Strategi Manajemen Berbasis Sekolah
MBS merupakan sebuah strategi yang dianggap mampu untuk memajukan atau meningkatkan kualitas pendidikan. Strategi pada dasarnya yaitu cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Secara umum, implementasi MBS akan berhasil apabila melalui strategi-strategi berikut ini:
1.     
2
Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
2.      Adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas
3.      Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS berperan sebagai designer, motivator, dan fasilitator. Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.
4.      Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah. Dalam pengambilan keputusan, kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat pendidikan yang utama.
5.      Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri.
6.      Adanya guidelines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya, tidak perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
7.      Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawabannya setiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah terhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dijalankan secara transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
8.      Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi belajar siswa.
9.      Implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
C.    Prospek Guru terhadap Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Guru merupakan pemeran utama dalam proses pendidikan. Peran guru sangat menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran. Menurut Mulyasa (2012: 74), dalam menjalankan tugasnya, guru memerlukan kepastian karir dan insentif sebagai imbalan atas pekerjaannya. Sehubungan dengan itu, dalam rangka otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, perlu diidentifikasi urusan-urusan yang harus ditangani oleh pusat dan dilimpahkan ke daerah. Hal ini perlu dilakukan secara bertahap dan seselektif mungkin dengan mempertimbangkan secara arif  kepentingan-kepentingan berikut :
1.      Dunia pendidikan secara utuh dan menyeluruh berkenaan dengan perluasan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi
2.      Usaha menjaga integritas, persatuan dan kesatuan nasional
3.      Keamanan psikologis guru dalam menjalankan tugasnya.
Jalal Supriadi dalam Mulyasa (2012: 74) mengidentifikasi pembagian tugas antara pusat dan daerah dalam otonomi pendidikan secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
a.       Urusan-urusan yang harus ditangani pusat, antara lain:
1)      Alokasi jatah guru yang diangkat di tiap daerah berdasarkan formasi secara nasional sesuai dengan anggaran yang tersedia.
2)      Penggajian guru yang bersumber dari RAPBN meengacu pada system penggajian pegawai negeri disertai tunjangan profesionalnya.
3)      Mutasi guru antar provinsi.
4)      Pembuatan rambu-rambu (guide lines) yang berisi syarat-syarat minimal tentang kualifikasi minimal calon guru, sistem rekrutmen, system pembinaan mutu, system pengembangan karier, serta penempatan dan mutasi guru antar provinsi
5)      Evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan standar-standar nasional oleh daerah beserta sangsinya.
b.      Urusan-urusan yang dilimpahkan ke daerah
Pelimpahan urusan-urusan yang dilimpahkan ke daerah harus berpedoman pada standar nasional yang disusun oleh pusat. Urusan-urusan tersebut antara lain:
1)      Rekrutmen dan seleksi calon guru yang akan diangkat sebagai PNS.
2)      Rekrutmen dan peningkatan calon guru untuk memenuhi kebutuhan khusus( guru kontrak, guru bantu, guru pengganti sementara) yang anggarannya menjadi beban daerah atau proyek-proyek khusus yang didanai oleh pusat.
3)      Penempatan atau mutasi guru dalam lingkup daerah yang bersangkutan.
4)      Penilaian kinerja guru dalam rangka kenaikan pangkat, promosi jabatannya, dan pemberian tunjangan atas dasar prestasinya.
5)      Penetapan jumlah dan pemberian tunjangan daerah sesuai dengan kemampuan daerah yang bersangkutan (di luar gaji/ tunjangan sebagai PNS).
6)      Pembinaan mutu guru melalui pelatihan, penataran serta wahana-wahana lainnya.
Berdasarkan pembagian tersebut, daerah hanya mempunyai kewenangan dalam mengelola pendidikan karena kemampuan daerah untuk mengambil beban gaji guru dalam APBD dinilai masih cukup berat. Namun, suatu daerah dapat mengambil beban gaji guru dalam APBD dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Pendapatan asli daerah ( PAD ).
b.      Jumlah guru yang ada di daerah tersebut.
c.       Sumber daya alam yang dapat diandalkan untuk menambah PAD dari dana perimbangan pusat daerah.  
Hal-hal tersebut jika tidak dikelola secara baik, akan dapat menimbulkan suatu permasalahan yang dapat menimbulkan rendahnya tingkat produktivitas, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah.  
D.    Efektivitas dan Efisiensi Manajemen Berbasis Sekolah
Engkoswara dalam Mulyasa (2012: 84) mengemukakan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektifitas dan pada efisiensi. Aspek efektivitas dapat dilihat pada masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang bergantung dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai.
Depdikbud dalam Mulyasa (2012: 84) mengidentifikasikan efektivitas sekolah dalam dua kelompok, yaitu efektifitas internal dan efektifitas eksternal. Efektifitas internal menunjuk pada keluaran pendidikan yang tidak diukur secara moneter, seperti prestasi belajar, dan jumlah lulusan. Efektifitas eksternal menunjuk pada keluaran yang bersifat moneter, seperti tingkat penghasilan lulusan.
Thomas dalam Mulyasa (2012: 83) melihat efektifitas dalam kaitannya dengan produktifitas, berdasarkan tiga dimensi berikut ini:
1.      The administrator production function
Fungsi ini meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan, baik oleh guru, kepala sekolah, maupun pihak lain yang berkepentingan.
2.      The psychologist’s production function
Produktifitas dalam fungsi ini dilihat dari segi keluaran psikologi, berupa perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode belajar tertentu di sekolah.
3.      The economic’s production function
Produktifitas dalam fungsi ini ditinjau dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan” (earning) yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Efektifitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan pendidikan. Dalam pengukuran ini ada istilah yang perlu diperhatikan yaitu validasi dan evaluasi. Rae mengemukakan bahwa validasi dapat dilihat dari dua sisi, yakni intern dan ekstern. Validasi intern merupakan serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengetahui secara pasti apakah suatu program pendidikan telah mencapai sasaran yang telah ditentukan. Validasi eksternal merupakan serangkaian tes dan penilaian yang dirancang untuk mengetahui secara pasti apakah sasaran perilaku dari suatu program pendidikan secara intern telah valid.
Kajian tentang efektifitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari masalah input, process, output, dan outcome, dengan indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif.  Indikator efektifitas tersebut antara lain:
1.      Indicator input, meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
2.      Indicator process, meliputi perilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
3.      Indicator output, berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamika sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar, perubahan sikap, keadilan dan kesamaan.
4.      Indicator outcome, meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan, serta pendapatan.
Efektivitas MBS dapat dilihat dari efektivitas Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya, dan diidentifikasi oleh Sergiovanni dalam Mulyasa (2012: 85) sebagai berikut.
1.      Produktivitas; bagaimana peserta didik, guru, kelompok dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Efisiensi; perbandingan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
3.      Kualitas; tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik dan sekolah.
4.      Pertumbuhan; perbaikan kualitas kepedulian dan inovasi, tantangan dan prestasi dibandingkan dengan kondisi di masa lalu.
5.      Ketidakhadiran; yang berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi ketidakhadiran para peserta didik, guru dan pegawai sekolah lainnya.
6.      Perpindahan; jumlah perpindahan dan tetapnya peserta didik, kepala sekolah, dan pegawai lainnnya.
7.      Kepuasan kerja guru; bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai macam pekerjaan yang dilakukannya.
8.      Kepuasan peserta didik; bagaimana peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
9.      Motivasi; kekuatan kecenderungan dan keinginan guru, peserta didik, dan pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah.
10.  Semangat; perasaan senang guru, peserta didik dan personil sekolah lain terhadap sekolahnya, tradisi-tradisinya, tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah.
11.  Kepaduan; bagaimana peserta didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lain, bekerja sama dengan baik, berkomunikasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan usaha-usaha mereka.
12.  Keluwesan dan adaptasi; kemampuan sekolah untuk mengubah prosedur-prosedur dan cara-cara operasinya dalam merespon perubahan masyarakat dan lingkungan.
13.  Perencanaan dan perumusan tujuan; bagaimana anggota sekolah merencanakan langkah-langkah pada masa yang akan datang dan menghubungkannya dengan perumusan dan penetapan tujuan.
14.  Konsensus tujuan; bagaimana anggota masyarakat, orang tua, dan pesrta didik menyepakati tujuan yang sama di sekolah.
15.  Internalisasi tujuan organisasi; penerimaan terhadap tujuan sekolah dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu benar dan layak.
16.  Keahlian manajemen dan kepemimpinan; keseluruhan tingkat kemampuan kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah.
17.  Manajemen informasi dan komunikasi; kelengkapan, efisiensi penyebaran dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi efektifitas sekolah oleh semua bagian yang berkepentingan, termasuk guru, orang tua dan masyarakat.
18.  Kesiagaan; penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu menyelesaikan suatu tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik jika diminta.
19.  Pemanfaatan lingkungan; bagaimana sekolah berhasil berinteraksi dengan masyarakat, lingkungan yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumber daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk operasi yang efektif.
20.  Penilaian oleh pihak luar; penilaian yang layak mengenai sekolah oleh individu, organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan dengan sekolah.
21.  Stabilitas; kemampuan sekolah untuk memelihara struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit.
22.  Penyebaran pengaruh; tingkat partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka secara langsung.
23.  Latihan dan pengembangan; jumlah usaha dan sumber-sumber daya sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru serta pegawai lainnya.
Efektifitas organisasi termasuk organisasi masyarakat, seperti lembaga pendidikan, dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain sebagai berikut:
1.      Efektivitas keseluruhan, berhubungan dengan bagaimana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya.
2.      Kualitas, menyangkut jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi.
3.      Produktivitas, menyangkut volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi. Produktivitas dapat diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok dan keseluruhan organisasi.
4.      Kesiagaan, berhubungan dengan penilaian menyeluruh tentang kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan suatu tugas khusus dengan baik jika diminta.
5.      Efisiensi, mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut.
6.      Laba atau penghasilan, berkaitan dengan penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan organisasi dilihat dari sudut pandang si pemilik.
7.      Pertumbuhan, berkaitan dengan penambahan, seperti tenaga kerja, fasilitas, harta, penjualan, laba, bagian pasar dan penemuan-penemuan baru. Pertumbuhan ini dilihat dari suatu perbandingan keadaan organisasi sekarang dengan masa lalu.
8.      Pendayagunaan lingkungan, berkaitan dengan batas keberhasilan organisasi berinteraksi dengan lingkungannya, memperoleh sumber daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk efektifitas operasional.
9.      Stabilitas, berkaitan dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit.
10.  Perputaran atau keluar masuknya pekerja, menyangkut frekuensi atau jumlah pekerja yang keluar atas permintaannya sendiri.
11.  Semangat kerja, berkaitan dengan kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi, termasuk perasaan terikat. Semangat kerja adalah gejala kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan perasaan memiliki (sense ofbelonging).
12.  Motivasi, berkaitan dengan kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan dan bersedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.
13.  Kepuasan, berkaitan dengan tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi.
14.  Penerimaan tujuan organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan oleh setiap pribadi dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan tersebut benar dan layak.
15.  Keluwesan dan adaptasi, berkaitan dengna kemampuan organisasi mengubah prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mengubah kebekuan rangsangan lingkungan.
16.  Penilaian oleh pihak luar, menyangkut penilaian terhadap organisasi oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan.
Efisiensi merupakan aspek yang penting dalam manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana dan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal.
Dharma dalam Mulyasa (2012: 89) mengemukakan bahwa efisiensi mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya, serta kesenangan yang dihasilkan.
Keluaran atau output MBS adalah segala sesuatu yang dikelola dan dihasilkan di sekolah, yaitu berapa banyak yang dihasilkan dan seberapa baik sekolah dapat mengelolanya. Keluaran tersebut berupa perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, psikomotor, maupun afektif pada pengelola sekolah, baik peserta didik, kepala sekolah, guru maupun pegawai.
Masukan atau input pendidikan adalah sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sumber daya tersebut berkaitan dengan nilai, serta faktor manusia dan ekonomi. Nilai dan pengetahuan menggariskan tujuan dan isi pendidikan, faktor manusia merupakan pelaksana pendidikan, faktor ekonomi menyangkut biaya dan fasilitas penyelenggaraan. Secara operasional masukan tersebut adalah peserta didik, guru, ruang kelas, buku kelas, peralatan, kurikulum, dan sarana pendidikan.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu sekolah dapat dihitung dari banyak tahun yang dihabiskan peserta didik dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya. Efisiensi ini akan menurun jika ada peserta didik yang mengulang ataupun di drop out. Hal ini karena angka mengulang atau drop out akan mengakibatkan rata-rata waktu yang diperlukan setiap peserta didik untuk lulus menjadi lebih lama. Analisis ini disebut efisiensi internal dari pendidikan.
Tingkat efisiensi juga dapat dianalisis dari proses pendidikan yang merupakan interaksi antara faktor-faktor manusiawi dengan faktor-faktor non manusiawi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan waktu yang disediakan. Sesuatu dikatakan efisien jika melakukan banyak proses atau kegiatan dalam waktu yang relatif singkat.
Depdikbud dalam Mulyasa (2012: 90) membedakan efisiensi menjadi dua, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjukkan perbandingan antara prestasi belajar dan masukan biaya pendidikan. Efisiensi eksternal dihubungkan dengan metode cost-benefit analysis, yaitu perbandingan keuntungan finansial pendidikan, biasanya diukur dari penghasilan lulusan dengan seluruh jumlah dana yang dikeluarkan untuk pendidikannya.
Upaya peningkatan efisiensi pendidikan, paling tidak dapat ditentukan oleh manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Analisis efisiensi pendidikan juga dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang tidak memperhatikan secara terperinci unsur-unsur biaya yang digunakan dalam proses pendidikan (aggregate approach) dan pendekatan yang memperhitungkan kontribusi unsur-unsur biaya secara terinci untuk menghasilkan keluaran (ingredient approach). Kedua pendekatan tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu mengidentifikasi dampak penggunaan biaya. Dalam meningkatkan efisiensi MBS, analisis serta pengkajian data dan informasi perlu dilakukan secara terus menerus dan mendalam agar setiap unit kerja di sekolah dapat melaksanakan MBS yang efisien.
E.     Produktivitas Manajemen Berbasis Sekolah
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal yang diperlukan untuk pendidikan. Sekolah pun menjadi semakin berkembang karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Thomas dalam Mulyasa (2012: 93) mengemukakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi, yaitu :
a.       Meninjau produktivitas dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan.
b.      Meninjau produktivitas dari segi keluaran perubahan perilaku, yaitu dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran dari prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode tertentu.
c.       Melihat produktivitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah, hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan” (earning) yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai balik”.
Dalam mengukur produktivitas pendidikan, termasuk produktivitas MBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan, dapat digunakan metode dan teknik yang berbeda. Sehubungan dengan hal itu, dalam hal ini dikemukakan kajian yang berkaitan dengan tenaga kerja kependidikan, guru, dan gaji guru, ahli ekonomi dan sekolah, serta pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yang diakhiri dengan analisis produktivitas sekolah.
a.       Tenaga Kerja Kependidikan
Kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja dalam konteks ekonomi pendidikan  membutuhkan pengetahuan mengenai kualifikasi kependidikan dan keterampilan tenaga kerja yang sudah ada.  Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi, adaptabilitas tenaga kerja yang sudah ada menjadi suatu hal yang dipertimbangkan. Tingkat pendidikan umum yang tinggi merupakan suatu prasyarat utama (since qua non) bagi banyak perubahan yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan.
b.      Guru dan Gaji Guru
Kemampuan merupakan sumber yang paling langka digunakan dalam menentukan aspek  kuantitas pendidikan. Menurut banyak pengamat ekonomi pendidikan, biaya paling besar dalam pendidikan adalah yang berkenaan dengan waktu dan tenaga peserta didik.
Masalah urgen yang perlu dianalisis dalam hal ini adalah sistem gaji guru.  Studi tentang sistem gaji guru dibatasi tidak hanya pada pendapatan guru, tetapi juga menyangkut dana pensiun, dana untuk berlibur, dan lain-lain. Dalam batas-batas absolut, dapat dikatakan bahwa sistem penggajian guru sudah lebih baik dari sebelumnya karena lebih banyak aspek yang tengah dipertimbangkan. Jika dikaji dari segi mengajar adalah sebuah profesi, maka distribusi sistem penggajian guru dianggap mengalami kemunduran.
Sistem gaji guru hendaknya dipandang dengan menggunakan kacamata konvensi-konvensi sosial, periode lamanya harus dijadikan pertimbangan dalam menentukan gajinya. Sistem penggajian guru seharusnya dilakukan secara fleksibel.
c.       Ahli Ekonomi dan Sekolah
Pesatnya perubahn yang terjadi dalam masyaratkat mengakibatkan para ahli ekonomi cenderung berpikir untuk jangka panjang. Mereka tidak menggunakan pandangan yang statis, tetapi juga melihat jauh ke depan dan lebih realistis. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dianalisis tentang “bahan mentah” untuk menyelenggarakan pendidikan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mempertimbangkan kurikulum dalam berbagai jenjang pendidikan dan dikaitkan dengan pemikiran tentang struktur pendidikan.
d.      Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pemikiran tentang ekonomi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kedudukan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi. Pendidikan diharapkan dapat memainkan peranan penting dan secara langsung diharapkan dapat membantu perekonomian negara. Di negara-negara miskin, masalah pendidikan itu terjadi pada semua kalangan, mulai dari masyarakat yang tingkat peradabannya kompleks dan kuno hingga masyarakat primitif. Di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah dan tingkat konservatismenya tinggi, upaya menemukan alat untuk meningkatkan peradaban akan sulit atau terhambat.
Rencana pendidikan seharusnya dipandang sebagai bagian dari program ekonomi umum untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Terdapat dua alasan untuk hal tersebut, pertama karena pendidikan harus membenarkan klaim pada sumber-sumber nasional dalam kompetisinya dengan layanan-layanan sosial, seperti layanan kesehatan masyarakat dan investasi dalam modal fisik. Kedua, pengalaman telah menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berimbang memerlukan suatu integrasi seluruh aspek kehidupan ekonomi dan sosial. Untuk itu, pendidikan pada umumnya dipandang memiliki tiga peranan yang utama yaitu:
1)      Menyediakan tenaga kerja dan teknisi terampil sesuai dengan siapa yang menjadi sasaran modal fisik yang ditanamkan.
2)      Menghasilkan suatu iklim  pertumbuhan melalui peningkatan kemampuan berpikir  masyarakat di luar kebutuhan dan kesulitan mereka sehari-hari.
3)      Mengajarkan kemampuan pendidikan dasar kepada anak-anak yang berasal dari keluarga petani pedesaan.
Pendidikan merupakan suatu senjata yang sangat potensial baik untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk kemajuan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan-tujuan pendidikan harus dirancang dengan cermat, namun tetap berkaitan secara erat dengan bagian-bagian lain dari program pembangunan masyarakat, agar penyelenggaraan pendidikan bisa lebih murah secara finansial demikian pula dengan sumber-sumbernya.
e.       Analisis Produktivitas Pendidikan
Pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Untuk mengetahui produktivitas pendidikan, termasuk MBS sebagai paradigma baru menajemen pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1)      Analisis Efektifitas Biaya
Fungsi produksi pendidikan sama dengan fungsi produksi lainnya,  terutama yang dapat didasarkan pada relasi matematis untuk menjelaskan bagaimana sumber-sumber (input) dapat ditransfomasikan menjadi output. Oleh karena itu, efektifitas biaya perlu didefinisikan ukuran-ukuran input, output, dan proses transformasi input menjadi output tersebut. Terdapat lima indikator yang dapat digunakan dalam melakukan analisis efektifitas biaya, yaitu sebagai berikut:
a)      Unit Cost
Penggunaan unit cost dalam mengukur efektivitas biaya dipandang kurang akurat karena hanya mengukur biaya keseluruhan dibagi dengan jumlah peserta didik.
b)      Cycle Cost
Mengacu pada jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh setiap peserta didik dalam satu tahun, dan melihat jumlah peserta didik yang lulus setiap tahunnya dari suatu sekolah atau lembaga pendidikan.
c)      Attrition Cost
Melihat efektifitas biaya berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan kontribusinya terhadap keluaran. Ini dapat diketahui dari besar kecilnya indeks yang diperoleh dari hasil bagi antara ratio input-output dengan jumlah tahun yang dibutuhkan secara ideal untuk menyelesaikan pendidikan di suatu sekolah.
d)      Cost per-unit Dispersion
Analisis efektifitas biaya ini akan menghasilkan angka-angka yang mengandung dispersi (pemencaran), sehingga  dispersi ini perlu juga diperhitungkan sebagai indikator efektivitas. Fluktuasi angka-angka di sekitar nilai rata-rata menggambarkan tingkat efektivitas.
e)      Cost per-unit achievement
Analisis efektivitas biaya ini berasumsi bahwa setiap biaya yang dikeluarkan mempunyai kontribusi pada peningkatan output maupun outcome. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi output maupun outcome sangat penting dilakukan untuk menjamin ketelitian pengukuran.
f)        Analisis Biaya Minimal
Analisis biaya minimal berupaya mencari cara produksi yang paling murah untuk mencapai efektivitas, dengan menggunakan salah satu alternatif analisis atau mengkombinasikan alternatif-alternatif yang dapat digunakan. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa penaksiran dan interpretasi yang layak terhadap fungsi produksi dan biaya, dapat memberikan kontribusi yang sangat penting pada pendidikan sebagaimana diperkirakan oleh para ahli ekonomi.
g)      Analisis Manfaat Biaya
Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan interpretasi subjektif. Dalam hal ini, setiap pengeluaran sekolah diidentifikasi sumbangannya terhadap kepuasan kerja, dan tingkat kepuasan tersebut dibandingkan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, sehingga manfaat yang diperoleh sesungguhnya merupakan pertimbangan subjektif terhadap alternatif berdasarkan referensi nilai yang dianut.
Produkvitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Depdikbud dalam Mulyasa ( 2012: 102 ) mengemukakan beberapa faktor yang perlu di perhatikan antara lain :
a)      Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi dan manajemen
yakni kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan faktor-faktor yang tidak langsung berhubungan dengan proses pendidikan tersebut.
b)      Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepala sekolah
Hal ini meliputi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kelancaran pendidikan atau sekolah antara lain manajemen perkantoran, kepegawaian, keuangan, kurikulum dan pengajaran, sarana dan prasarana, perpustakaan, kesiswaan serta pengabdian kepada masyarakat, penelitian, dan koordinasi dengan kepala dinas, kepala bidang, dan kepala sekolah lainnya.
c)      Faktor-faktor yang berhubungan dengan guru
Meliputi tanggungjawab  guru atas pekerjaan dalam melaksanakan tugas pengajaran serta usaha bimbingan bagi peserta didik.
d)     Faktor-faktor yang berhubungan dengan anggaran pendidikan
Meliputi usaha pendayagunaan anggaran, baik anggaran rutin maupun anggaran pembangunan yang menunjang kelancaran penyelengaraan pendidikan di sekolah.
e)      Faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah
Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor eksternal seperti, letak geografis sekolah, struktur dan tingkat pendidikan masyarakat.
f)       Faktor-faktor berhubungan dengan pengawasan dan pengendalian
Hal ini berkaitan dengan pengawasan melekat dari para pemimpin sebagai penunjang pengawasan fungsional yang merupakan tindakan efektif apabila dilaksanakan secara sistematik dan berencana.
g)      Faktor-faktor yang berhubungan dengan disiplin nasional sebagai kunci keberhasilan dalam pengelolaan.
Hakekat disiplin disini tidak lain adalah kepatuhan terhadap norma yang disepakati dalam suatu sistem.
Jika  faktor produktivitas di atas dihubungkan dengan MBS, dapat dikemukakan bahwa karakteristik umum sekolah yang produktif dapat dilihat dari bentuk dan sifat organisasi sekolah tersebut. Hal tersebut antara lain berupa peningkatan jumlah dan kualitas  kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Untuk mendorong sekolah yang produktif perlu diperhatikan berbagai faktor yang memiliki pengaruh terhadap tinggi rendahnya produktifitas, seperti moral, etika kerja, motivasi, jaminan sosial, sikap disiplin, kesehatan, kesempatan berprestasi, lingkungan dan suasana kerja teknologi, kebijakan pemerintah dan besarnya pendapatan, serta sarana prasarana. Faktor-faktor tersebut harus senantiasa di perhatikan dalam MBS untuk menghasilkan sekolah yang efektif, efisien, dan produktif.
F.     Langkah-langkah Penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah
Untuk merumuskan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Membuat suatu perencanaan
Pada langkah awal perencanaan penyusunan Manajemen Berbasis Sekolah, hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah:
a.       Mengidentifikasi sistem, budaya dan sumber daya, dengan memilah mana yang perlu dipertahankan dan mana yang harus diubah dengan memperkenalkan terlebih dahulu format yang baru dan tentunya lebih baik.
b.      Membuat komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang bertanggung jawab.
c.       Hadapilah penolakan terhadap perubahan dengan memberi pengertian
d.      Berkerja dengan  semua unsur sekolah dalam menjelaskan atau memaparkan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana dan program-program penyelenggaraan MBS.
e.       Menggarisbawahi prioritas sistem, budaya dan sumber daya yang belum ada dan sangat diperlukan.
2.      Mengidentifikasi tantangan nyata sekolah
Pada umumnya tantangan sekolah bersumber pada output (lulusan) sekolah yang meliputi kualitas, produktifitas, efektabilitas dan efisiensi. Maka sangat diperlukan identifikasi dari hasil analisis output untuk mengetahui tingkat kualitas, produktifitas, efektibilitas dan efisiensi dari output yang dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan.
3.      Merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Sedangkan misi adalah tindakan untuk mewujudkan atau merealisasikan visi tersebut. Suatu sekolah dikatakan berhasil, apabila sekolah tersebut dapat merealisasikan visi dan misinya dengan baik.
Tujuan adalah apa yang ingin dicapai atau dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan itu mungkin dicapai. Sedangkan sasaran merupakan penjabaran tujuan yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan tujuan sekolah. Rumusannya harus berupa peningkatan yang spesifik, terukur, jelas kriterianya dan disertai indikator yang rinci.
4.      Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah unsur-unsur kegiatan beserta unsur-unsur pendukungnya yang saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Pengidentifikasian unsur-unsur tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan fungsi-fungsi tersebut terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dalam mencapai sasaran.
5.      Melakukan analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Prinsip analisis SWOT adalah :
a.       Kekuatan-kekuatan apa yang kita miliki ?
b.      Bagaimana memanfaatkannya ?
c.       Kelemahan-kelemahan apa yang kita miliki ?
d.      Bagaimana meminimalkannya ?
e.       Peluang-peluang apa yang ada ?
f.       Bagaimana memanfaatkannya ?
g.      Ancaman apa yang mungkin menghambat keberhasilan ?
h.      Bagaimana mengatasinya ?

6.      Memilih langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
Dalam setiap kegiatan dimungkinkan adanya permasalahan yang timbul. Hendaknya kita tidak menghindari masalah, akan tetapi, masalah tersebut harus kita hadapi dengan solusi pemecahan yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
7.      Menyusun Rencana Program Peningkatan Mutu.
Penyusunan program peningkatan mutu harus disertai langkah-langkah pemecahan persoalan yang mungkin terjadi. Fungsi yang terlibat beserta unsur-unsurnya membuat rencana program untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang serta bersama-sama merealisasikan rencana program tersebut.
8.      Melaksanakan Rencana Program Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu, maka fungsi-fungsi yang terkait hendaknya memanfaatkan sumber daya secara maksimal, efektif dan efisien.
9.      Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik program jangka pendek maupun program jangka panjang.
10.  Merumuskan Sasaran Peningkatan Mutu Baru.
Dari hasil evaluasi kita dapat memperoleh tingkat keberhasilan dan kegagalannya sehingga dapat memperbaiki kinerja program yang akan datang. Disamping itu evaluasi juga sangat berguna sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan mutu untuk tahun yang akan datang.
Sebagai paradigma pendidikan yang baru, maka dalam implementasi model Manajemen Berbasis Sekolah harus melalui beberapa tahapan penting.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.    Dalam rangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efisien maka sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta unsur terkait lainnya.
2.    Strategi pada dasarnya yaitu cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Secara umum, implementasi MBS akan berhasil apabila melalui strategi-strategi berikut ini:
a.       Sekolah harus memiliki otonomi
b.      Adanya peran serta masyarakat secara aktif
c.       Kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum.
d.      Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah.
e.       Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
f.       Adanya guidelines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif.
g.      Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas
h.      Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
i.        Implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS
3.    Guru merupakan pemeran utama dalam proses pendidikan. Peran guru sangat menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran.
4.    Aspek efektivitas dapat dilihat pada masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan keluaran yang bergantung dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, pendapatan tamatan serta keluaran yang memadai. Sedangkan efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal.
5.    Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
6.    Untuk merumuskan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a.       Membuat suatu perencanaan
b.      Mengidentifikasi tantangan nyata sekolah
c.       Merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
d.      Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
e.       Melakukan analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
f.       Memilih langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
g.      Menyusun Rencana Program Peningkatan Mutu.
h.      Melaksanakan Rencana Program Peningkatan Mutu
i.        Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
j.        Merumuskan Sasaran Peningkatan Mutu Baru.

B.       Saran
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu model konsep pendidikan yang baru yang dianggap mampu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan dapat memberikan perubahan yang baik untuk dunia pendidikan. Sehingga, kita sebagai calon pendidik yang berkompeten dan berkarakter, harus mampu menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah ini dengan baik. Untuk mampu menerapkannya dengan baik, maka kita perlu memahami terlebih dahulu bagaimana implementasi atau penerapan dalam Manajemen Berbasis Sekolah tersebut agar implementasinya dapat efektif dan efisien.  
DAFTAR PUSTAKA
Hari Suderajat. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Bandung : CV. Cipta Cekasa Grafika
E, Mulyasa. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Admin. 2013. Makalah MBS Latar Belakang Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Diunduh dari http://kreativitasdircom.wordpress.com/2013/02/16/makalah-mbs-latar-belakang-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs/ pada tanggal 9 Juni 2014
Admin. 2013. Makalah MBS Latar Belakang Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam Rangka Peningkatan Mutu Pendidikan. Diunduh dari http://kreativitasdircom.wordpress.com/2013/02/16/makalah-mbs-penerapan-manajemen-berbasis-sekolah-mbs-dalam-rangka-peningkatan-mutu-pendidikan/ pada tanggal 9 Juni 2014
Ahmad. 2011. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Diunduh dari http://uyunkachmed.blogspot.com/2011/10/implementasi-manajemen-berbasis-sekolah.html pada tanggal 9 Juni 2014

Udin. 2009. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Diunduh dari http://magsudinuny.wordpress.com/2009/01/30/implementasi-manajemen-berbasis-sekolah/ pada tanggal 9 Juni 2014